Selamat Hari Kartini : Kartini ada di Keluarga Kita
Hari ini, 21 April, kita rayakan Hari Kartini. Tapi jangan cuma diingat sebagai hari berkebaya atau lomba baca puisi, ya. Lebih dari itu, Hari Kartini adalah momen buat kita ngasih apresiasi setinggi-tingginya untuk semua perempuan hebat di sekitar kita.
![]() |
Kartiniku |
Karena sejatinya, Kartini itu adalah ibu kita, istri kita, dan anak perempuan kita.
Ibu Kita Adalah Kartini
Dialah yang melahirkan kita dan selalu ada, dari pagi sampai malam, ngurus semuanya tanpa pernah ngeluh (atau paling enggak, ngeluhnya pelan-pelan). Ibu adalah Kartini sejati, yang ngajarin kita banyak hal, dari ngomong sampai jadi orang bener. Perjuangan beliau tiap hari itu adalah bentuk nyata dari semangat Kartini yang sesungguhnya.
Istri Kita Adalah Kartini
Dia bukan cuma pasangan hidup, tapi juga partner dalam segala hal dari ngatur keuangan sampai nyusun impian masa depan. Kadang lembut, kadang galak (wajar 😄), tapi selalu tulus. Di balik senyum dan lelahnya, ada kekuatan yang luar biasa. Kartini banget, kan?
Anak Perempuan Kita Adalah Kartini Masa Depan
Mereka tumbuh dengan mimpi dan harapan. Tugas kita? Nggak cuma ngedukung mereka jadi “anak baik,” tapi juga bantu mereka jadi perempuan yang kuat, tangguh, percaya diri, dan berani bermimpi setinggi langit. Karena dunia yang setara dimulai dari rumah.
Hari Kartini Bukan Sekadar Seremonial
Ini saatnya kita lebih peka. Dengarkan perempuan di sekitar kita. Hargai mereka, support mereka, dan pastikan mereka punya ruang yang aman buat tumbuh, belajar, dan bersinar.
Selamat Hari Kartini untuk semua perempuan luar biasa. Terima kasih sudah terus jadi cahaya, penguat, dan inspirasi. Kartini itu bukan hanya nama pahlawan, tapi semangat yang terus hidup dalam setiap langkah kalian.
Puisi Untuk Kartini Kita
Kartini Ada di Rumah Kita
Kartini bukan hanya sejarah,
bukan sekadar nama di buku pelajaran,
ia hidup…
di dapur, di ruang tamu, di ruang makan.
Kartini itu ibu kita,
yang bangun paling pagi, tidur paling akhir,
yang senyumnya tetap hangat,
meski tubuhnya lelah tak terkira.
Kartini itu istri kita,
yang tak hanya menemani,
tapi berjalan seiring,
saling genggam tangan di tengah badai kehidupan.
Kartini itu anak perempuan kita,
yang matanya penuh harapan,
yang suaranya tak mau dibungkam,
yang mimpinya tak ingin dibatasi zaman.
Ia tak selalu bersorak,
kadang diamnya adalah bentuk paling lantang dari keberanian.
Ia tak selalu berjuang di medan perang,
tapi hatinya adalah medan yang tak pernah berhenti melawan.
Hari ini,
kita tak sekadar mengenang,
tapi menyapa Kartini yang ada di sekeliling kita,
dan bilang:
“Terima kasih telah jadi cahaya.”
Posting Komentar